Kamis, 18 Oktober 2012

zulzulaidy.blogspot.com/pengukuranbedatinggidenganpesawatpenyipatdatar

Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat Penyipat Datar (PPD)

Melaksanakan Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat Penyipat Datar Cara

Polar

A.    TUJUAN
Setelah mempelajari prngukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat PPD diharapkan siswa mampu :
1.      Mengukur beda tinggi dengan pesawat penyipat datar cara Polar
2.      Menghitung hasil pengukuran dengan alat pesawat PPD cara Polar
3.      Menggambar hasil pengukuran
B.    TEORI DASAR
Pengukuran sipat datar cara polar / pancar ini sangat cocok untuk mendapatkan perbedaan ketinggian daerah yang luas dan beda tingginya tidak terlalu menyolok / relatif datar. Dari data yang diperoleh yang sudah diadakan analisa dan hitungan serta penggambaran dapat digunakan untuk perencanaan pekerjaan tanah berupa galian atau timbunan. Daerah yang akan diukur dipecah / dibagibagi menjadi banyak bujur sangkar dengan ukuran tertentu dimana dalam pengukurannya menggunakan pita ukur dan jalon, misalnya sebagai berikut.
Setiap bujur sangkar diberi nomor atau kode misalnya kearah timur –barat dengan kode A, B, C, dan seterusnya, sedang pada arah utara – selatan diberi kode angka 1, 2, 3, dan seterusnya. Pesawat waterpass atau penyipat datar didirikan / diusahakan di tengah- tengah daerah pengukuran sehingga dapat menjangkau sebanyak mungkin titik-titik grid tersebut. Untuk acuan tinggi dapat ditentukan pada salah satu titik dengan duga tertentu asal diperhitungkan / dipertimbangkan titik paling rendah untuk menghindari tinggi titik yang negatif. Misal hasil pembacaan benang tengah rambu ukur di A = Bt ( A1 ) dari pembacaan rambu ukur di B1 = Bt ( B1 ), maka tinggi titik B1 = tinggi A + Bt ( A1 ) – Bt ( B1 ).
Demikian seterusnya perhitungan tinggi titik-titik lainnya, disamping itu dapat dihitung pula volume galian dan timbunan daerah tersebut akan diratakan semua titik mempunyai ketinggian tertentu.
C.    ALAT DAN BAHAN :
1. Alat
a.     Pesawat PPD
b.     Statif
c.      Rambu Ukur
d.     Payung
e.     Beberapa yalon
f.      Patok Kayu dan Palu Kayu
g.     Rolmeter
2. Bahan
a.     Alat tulis, buku catatan dan tabel pengukuran
B.    KESELAMATAN KERJA
a.    Gunakan alat sesuai dengan fungsinya
b.    Dirikan pesawat penyipat datar yang kuat dan stabil
c.    Lindungi pesawat dari hujan dan panas
d.    Hindari pesawat dari kemungkinan hilang atau rusak
e.    Gunakan pakaian kerja langkap
f.     Pusatkan perhatian pada pekerjaan
D.    LANGKAH KERJA
1.      Siapkan semua peralatan yang diperlukan.
2.      Pasanglah patok daerah pengukuran menjadi bujur sangkar-bujur sangkar yang jaraknya ditentukan antara patok yang satu dengan yang lainnya misal 10 m.
3.      Buatlah sket daerah pengukuran dan diberi nomor seluruh titik sudut bujur sangkar misalnya ke arah horisontal diberi kode huruf A, B, C, D, dan seterusnya. Sedangkan untuk arah vertikal diberi nomor 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.
4.      Tempatkan pesawat penyipat datar sedapat mungkin di tengah-tengah daerah pengukuran, sehingga semua titik patok dapat dilihat dari tempat berdiri pesawat.
5.      Siapkan table / formulir pengukuran.
6.      Bidik semua titik / patok daerah pengukuran dengan menggunakan teropong pesawat penyipat datar / waterpass dan catat bacaan benang tengah (BT), bacaan sudut  masing-masing titik terhadap P0.
7.      Ukurlah  jarak masing-masing titik terhadap Pesawat  dan titik P0 terhadap titik yang lain.
E.    Analisis hasil pengukuran
Setelah dihitung tinggi masing-masing titik / patok dan luasnya maka volume galian atau penimbunan yang mungkin diadakan perataan tanah dapat dihitung berdasarkan luas dan tingginya. Misal bujur sangkar dengan sisi 10 m, sedang tinggi
masingmasing titik 1,5 m ; 1,8 m ; 2,0 m ; dan 2,5 m, maka bila akan diratakan setinggi 1 m dapat dihitung dengan rumus ; V = Luas bujur sangkar x tinggi rata-rata
Dari pemisalan di atas
t1 = 1,5 m – 1,0 m = 0,5 m
t2 = 1,8 m – 1,0 m = 0,8 m
t3 = 2,0 m – 1,0 m = 1,0 m
t4 = 2,5 m – 1,0 m = 1,5 m
Maka volume tanah yang diratakan :
Tetapi bila suatu arah pengukuran bentuknya tidak teratur, pengukuran tidak perlu dengan pemecahan beberapa bujur sangkar, dapat diatasi dengan membuat beberapa segitiga dengan pesawat penyipat datar yang mempunyai pembacaan lingkaran horizontal.
Contoh pengukuran beda tinggi dengan pesawat penyipat datar bila tidak menggunakan sistim bujur sangkar. Daftar pengukuran beda tinggi dengan pesawat penyipat datar tidak dengan sistim bujur sangkar dimana pesawat penyipat datar dilengkapi pembacaan lingkaran horizontal beserta gambar situasinya.
F.  GAMBAR KERJA
Penggambaran Hasil Pengukuran :
Sipat Datar Cara Polar
Yang dipakai untuk penggambaran profil atau potongan adalah jarak antara titik dengan titik batas wilayah yang diukur beserta tinggi titik dari table di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
PRAKTEK  2 :
Melaksanakan Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat Penyipat Datar Cara
Tertutup / Keliling

A. TUJUAN
Dengan disediakan peralatan pesawat penyipat datar dan lainnya diharapkan peserta didik dapat :
Ø   Mengukur beda tinggi dengan alat / peswat penyipat datar cara keliling / tertutup.
Ø   Mengukur profil tanah.
Ø   Menghitung sampai dengan penggambarannya.
B.    PENGETAHUAN DASAR
Pengukuran areal ini membentuk jalur pengukuran tertutup, dimana awal dan akhir pengukuran titik yang sama, disamping sangat cocok untuk mendapatkan ketinggian titik-titik yang menyebar pada daerah yang luas. Tanda titik / patok dipasang mengeliling sepanjang / seluruh areal pengukuran dengan jarak antara titik dengan titik asal masih terjangkau oleh pengamatan alat penyipat datar / waterpass. Untuk areal pengukuran dengan beda tinggi yang menonjol / curam, maka jarak tersebut akan lebih pendek.
Jarak titik dengan titik diukur dari pesawat penyipat datar diletakkan di tengah antara dua titik dan segaris. Titik-titik yang ditinggalkan dalam pembacaan disebut pembacaan belakang, sedang titik yang dtinjau dalam pembacaan disebut pembacaan muka. Beda tinggi antara dua titik cukup dicari / dihitung dengan mencari selisih pembacaan benang tengah ( bt ), sehingga :
ht = Btb – Btm
ht = beda tinggi
Btb = bacaan benang tengah belakang
Btm = bacaan benang tengah muka
Bila muka lebih tinggi daripada belakang maka ht bertanda positip dan sebaliknya.
C.     Alat dan Bahan
Ø   Pita ukur
Ø   Statif
Ø   Pesawat penyipat datar / waterpass
Ø   Rambu ukur
Ø   Formulir / table pengukuran
Ø   Data board dan alat tulis
Ø   Payung
Ø   Medan/lapangan sekitar pusat pelatihan
D.    Keselamatan dan kesehatan kerja
1. Gunakan pakaian kerja lengkap
2. Gunakan alat sesuai dengan fungsinya.
3. Pusatkan perhatian pada pekerjaan.
4. Hindarkan pesawat dari kemungkinan hilang atau rusak.
5. Dirikan pesawat pada tempat yang kuat dan stabil.
E.    Langkah Kerja
1. Buat gambar sketsa daerah yang akan diukur dan diberi tanda titiktitiknya, siapkan daftar pengukuran, catat nomor pesawat penyipat datar.
2.   Ukur jarak pikat / patok P0 dan P1, dan tentukan tengah-tengahnya, dan tempatkan peswat penyipat datar / stel siap pakai.
3.   Dirikan rambu ukur di P0 disebut pembacaan belakang, baca dan catat benang tengahnya.
4.   Pindahkan rambu ukur di P1 dan arahkan pesawat penyipat datar ke rambu P1 sebagai pembacaan muka, baca dan catat benang tengahnya. Rambu ukur jangan dipindah dahulu.
5.   Dalam mencatat pada daftar pengukuran harus diingat pembacaan / jarak ke belakang maupun ke muka dan dicatat dalam table / daftar.
6.   Ukurkan P1 ke P2 , ambil tengah-tengah, dan dirikan pesawat penyipat datar sehingga siap pakai. Arahkan pesawat ke P1 sebagai pembacaan belakang dan arahkan pesawat ke P2 sebagai pembacaan muka, catat jarak pada table pengukuran.
7.   Dengan cara yang sama, pengukuran dilanjutkan sampai titik pertama ( P0 ).
F.    GAMBAR KERJA
PRAKTEK  3:
Melaksanakan pengukuran beda tinggi dengan pesawat penyipat datar profil

A.    TUJUAN
Disediakan pesawat penyipat datar dan peralatan yang disediakan dalam pengukuran, diharapkan peserta diklat dapat :
Ø Mengukur beda tinggi dengan alat penyipat datar profil.
Ø Menghitung beda tinggi dari hasil pengukuran sampai dengan penggambaran hasil  pengukuran profil.
B.    PENGETAHUAN DASAR
Pengukuran sipat datar profil mempunyai tujuan untuk mendapatkan profil atau penampang atau irisan permukaan tanah. Data lapangan yang diperlukan sama dengan data dari kedua kegiatan belajar sebelumnya, yaitu beda tinggi / selisih tinggi dan panjang horizontal / jarak. Selisih tinggi didapat dari hasil pembacaan benang tengah pada bak / rambu ukur. Jarak dapat diukur secara langsung dengan pita ukur atau jarak optis antara pembacaan benang atas (ba) dan benang bawah (bb), kemungkinan berdirinya pesawat penyipat datar dapat di luar titik-titik profil atau pada salah satu titik profil. Sebagai acuan / pegangan berhubung dapat ditentukan salah satu titik setiap yang ditandai dengan patok kayu, seumpama P1 yang sudah ditentukan / diketahui tingginya. Bila belum ada sesuatu pengukuran sebelumnya titik P1 dapat dianggap sebagai titik duga misal 100,00 meter, dengan pertimbangan tidak ada tinggi titik dengan tanda negatif. Dari hasil pembacaan benang tengah pada rambu ukur yang didirikan memenuhi persyaratan di semua titik profil, dapat dihitung beda tingginya antara titik acuan dengan titik profl seluruhnya.
A.1 Kedudukan pesawat penyipat datar diluar titik-titik profil
Pesawat penyipat datar kira-kira didirikan di tengah-tengah garis profil dengan demikian dapat menjangkau sebanyak mungkin pada titik-titik di garis profil tersebut. Seumpama pembacaan benang tengah rambu ukur di titik P1 = Bt (P1) = tinggi pesawat dari muka tanah sampai as teropong dan pembacaan benang tengah di titik 1 = Bt1, maka selisih tinggi / beda tinggi dari P1 ke titik 1 dihitung dengan rumus:
Dh (P1.1) = Bt (P1) –Bt (1) bila titk satu lebih mudah dari titik P1 maka Dh (P1.1) bertanda negatif. Dan bila titik satu lebih tinggi maka Dh(P1.1) dengan rumus :
h1 = h P1 + Dh (P1.1)
Dengan cara yang sama titik profil lainnya dapat dihitung.
C.    Alat dan Bahan
- Pesawat penyipat datar.
- Statif.
- Rambu ukur.
- Alat tulis menulis
- Pita ukur
- Daftar ukur
- Payung.
D.    Keselamatan dan kesehatan kerja
- Gunakan pakaian kerja lengkap.
- Hindarkan pesawat dan alat dari kemungkinan hilang atau rusak .
- Dirikan pesawat penyipat datar di tempat yang stabil / kuat.
- Pusatkan perhatian pada pekerjaan.
E.    Langkah Kerja
a.   Buat sket daerah yang akan diukur.
b.   Pesawat penyipat datar yang telah diketahui tinggi-tingginya pada pesawat penyipat datar memanjang, diambil sudut memotong (melintang) 900 atau sesuai dengan bentuk yang diukur.
c.   Pasang pesawat di titik P1.
d.   Ambil ancang-ancang ke kiri dengan jarak 5 m atau 10 m sesuai dengan bentuk permukaan tanahnya dan diberi tanda patok a, b, c, dan seterusnya tergantung kebutuhan.
e.   Juga dibuat ancang-ancang ke arah kanan segaris dengan a,b,c dengan jarak sesuai bentuk permukaan tanah dan diberi patok misal d, e, f.
f.    Ukurkan ketinggian tanah sampai as teropong pesawat penyipat datar dari permukaan tanah atau patok P1.
g.   Incar rambu ukur di titik a di baca benang tengahnya, juga di titik / patok b, c dan sterusnya.
h.   Selesai pembacaan di P1, pindahkan pesawat penyipat datar di P2dengan cara yang sama diadakan pengukuran melintang seperti diatas.
i.    Dan seterusnya sehingga pesawat berdiri meanjang missal di titik P4.
j.    Hitunglah ketinggian permukaan tanah titik-titik yang diukur pada kertas yang tersedia dengan skala yang dibutuhkan.
F. Gambar Kerja

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan suatu ilmu yang mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikannya dalam bentuk tertentu. Ilmu Geodesi ini berguna bagi pekerjaan perencanaan yang membutuhkan data-data koordinat dan ketinggian titik lapangan Berdasarkan ketelitian pengukurannya, ilmu Geodesi terbagi atas dua macam, yaitu :
1.    Geodetic Surveying, yaitu suatu survey yang memperhitungkan kelengkungan bumi atau kondisi sebenarnya. Geodetic Surveying ini digunakan dalam pengukuran daerah yang luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu bidang lengkung (bola/ellipsoid).
2.    Plane Surveying, yaitu suatu survey yang mengabaikan kelengkungan bumi dan mengasumsikan bumi adalah bidang datar. Plane Surveying ini digunakan untuk pengukuran daerah yang tidak luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu bidang datar.

Dalam praktikum ini kita memakai Ilmu Ukur Tanah (Plane Surveying) . Ilmu Ukur tanah dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua metoda untuk pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang permukaan bumi dan lingkungan fisik bumi yang menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi titik-titik di permukaan bumi. Dari titik yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta.
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini mahasiswa akan berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan survey, dengan tujuan agar Ilmu Ukur Tanah yang didapat dibangku kuliah dapat diterapkan di lapangan, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan baik aspek diatas.
Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan pemetaan situasi teritris. Hal ini ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada umumnya diperlukan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluan-keperluan lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.

1.2.  Rumusan Masalah
·         Menentukan jarak optis dari patok utama ke patak utama berikutnya misal (P0-P1) dan menentukan jarak optis dari patok utama ke detail di sekitarnya misal (P0-a).
·         Menentukan beda tinggi antara patok satu dengan patok yang lainnya di permukaan bumi.
·         Menentukan koreksi kesalahan antara patok
·         Menentukan tinggi patok antara patok sebelumnya ke patok selanjudnya
·         Menentukan kemiringan setiap patok.
1.3.  Maksud Dan Tujuan Praktikum
Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dimaksudkan sebagai aplikasi lapangan dari teori-teori dasar Ilmu Ukur Tanah yang didapatkan oleh praktikan di bangku kuliah seperti poligon, alat dan penggunaannya, sampai pada pembuatan peta.
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah sbb:
·         Praktikan dapat memahami cara menentukan jarak optis patok utama dan detail,
·         Memahami cara menentukan beda tinggi,
·         Memahami cara menentukan koreksi kesalahan,
·         Memahami cara menentukan tinggi patok, dan
·         Memahami cara mentukan kemiringan patok
1.4.  Manfaat Praktikum
Manfaatnya adalah agar praktikan bisa memahami ilmu pengukuran, prosedu pelaksanaan langkah – langkah yang di lakukan. Sehingga ketika praktikan selesai dari Perguruan Tinggi ( Universitas), terjun kedunia industri praktikan bisa langsung mengaplikasikan.



BAB II
KAJIAN TEORI

2.1.  Teori Pengukuran
Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua titik atau lebih. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk pekerjaan konstruksi.
Hasil-hasil dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran-saluran yang sudah ada, dan lain-lain.

Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
·       Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap sama dengan garis unting-unting.
·       Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik. Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
·       Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.
·       Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
·       Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :
·       Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
·       Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
·       Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.
2.2.  Kegunaan alat.
2.2.1.      Fungsi utama.
a.    Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang sama tinggi, sehingga titik – titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki ketinggian yang sama.
b.    Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik – titik tertentu, maka akan diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian dari titik – titik tersebut.
2.2.2.      Tambahan alat
Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menambah bagian alat lainnya. Umumnya alat ukur waterpass ditambah bagian alat lain, seperti :

a.    Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah serta sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar. Dengan adanya benang stadia dan bantuan alat ukur waterpass berupa rambu atau bak ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat ukur jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini dikenal dengan jarak optik.
b.    Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua buah titik, sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut horizontal.

2.3.  Teori poligon
2.3.1.  Pengertian poligon
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara  sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang.
Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah diketahui koordinatnya.

2.3.2.  Pengukuran poligon
A.   Pengukuran jarak mendatar
Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara : mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur.  Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur harus memperhatikanpermukaan tanah yang akan diukur.
pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar




 
Gambar 2.1
Pengukuran jarak

Caranya :
·         skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A
·         pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak melengkung
·         himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B

B.   pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar 2.2
Gambar 2.2
 pengukuran jarak pada tanah miring

caranya :
·         jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang)
·         skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan unting-unting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d1
·         dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d2
·         maka :
dAB = d1 + d2
         
C.   pengukuran sudut mendatar
sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.3
Pengukuran sudut mendatar
Caranya :
·         alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan
·         target dipasang di titik A dan di tiik B
·         alat dalam kedudukan “biasa” diarahkan ke target di titik A (arah pertama)
·         atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga dapat melihat garis-garis diafragma (benang silang) denga jelas
·         atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target di tiik A dengan terang dan jelas
·         tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung rata-rata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B)
·         teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B, dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B)
·         teropong dibalikkan dalam kedudukan “luar biasa” an diputar seearah jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2 (LB)
·         putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB)
·         urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran sudut 1 seri.

D.  Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal
1.    sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut
·         bila di sekitar titik-titik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi, sudut jurusan dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan sudut jurusan awal ini, maka jaring titik-titik kerangka dasar harus disambungkan ke titik-titik triangulasi tersebut.
·         Bila tidak terdapt titik-titik triangulasi, sudut jurusan awal dapat ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau bintang) dari pengukuran menggunakan giro-theodolit yang berorientasi terhadap utara geografi atau dari pengukuran menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang.

2.    koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut :
bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut.
·         Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam sistem
·         Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titik-titik yang lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat setempat (lokal).



2.3.3.  Prinsip hitungan poligon
Gambar 2.4
 Prinsip hitungan poligon
Diketahui :
è koordinat titik A
è sudut jurusan αA1
diukur dilapangan :
è jarak datar dA1
è sudut mendatar β1
dihitung :
è koordinat titik 1 (X1, Y1)
è koordinat titik 2 (X2, Y2)

Tahapan hitungan :
Menghitung koordinat titik 1 :

X1 = XA + ∆XA1 
Y1 = YA + ∆YA1
X1 = XA + dA1 Sin αA1
Y1 = YA + dA1 Cos αA1

Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung menggunakan koordinat titik 1, apabila d12 dan  αA1 diketahui. d12 dapat diukur dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar β1. α12 dapat dihitung dari  αA1 dan β1
α12
= {( αA1+ 180˚) + β1 } – 360˚

= αA1 + β1 - 180˚

maka koordinat titik 2 :
X2 = X1 + ∆X12 
Y2 = Y1 + ∆Y12
X2 = X1 + d12 Sin α12
Y2 = Y2 + d12 Cos α12

Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan secara brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan α12 dan sudut mendatar yang diukur di titik tersebut

2.3.4.  Macam-macam bentuk poligon
A.   Poligon lepas
Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu di awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk poligon lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.5
Bentuk poligon lepas

Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan juga yang lebih besardari titik 1 dan begitu seterusnya. Semakin panjang poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun.

B.   Poligon terikat
Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir.
a)    Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir
Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan awal, sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir. Akibat adanya sudut jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran sudut yang sehadap dapat dikontrol.
Gambar 2.6
Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir

Diukur dilapangan :
è Jarak datar d1, d2, d3, d4, dan d5
è Sudut datar β1, β2, β3, β4
Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung titik 2 diperlukan α12 dimana :
α12
= {( α0+ 180˚) + β1 } – 360˚

= α0 + β1 - 180˚

Untuk menghitung titik 3 diperlukan α23  dimana :

α23
= {( α12+ 180˚) + β2 } – 360˚

= αA1 + β2 - 180˚

= α0 + β1 + β2 360˚

 Begitu juga selanjutnya :
α34
= {( α23+ 180˚) + β3 } – 360˚

= α23 + β3 - 180˚

= α0 + β1 + β2 + β3 540˚

D`an
α45
= {( α34+ 180˚) + β4 } – 360˚

= α34 + β4 - 180˚

= α0 + β1 + β2 + β3 + β4 720˚

αa – α0
= β1 + β2 + β3 + β4 720˚

β1 + β2 + β3 + β4
= ( αa – α0 ) +  720˚

∑ sudut diukur
= ( αa – α0 ) +  n. 180˚

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (α45 = αa ) dan sudut jurusan awa (α0) sudah diketahui. namun setiap pengukuran sudut biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu persamaan dengan memberikan koreksi :

∑ sudut diukur + f(α)
= ( αa – α0 ) +  n. 180˚

Dimana f(α) adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran sudut.

b)    Poligon dikontrol dengan koordinat akhir
Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik akhir poligon diikatkan ;agi pada satu titik yang telah diketahui koordinatnya

Gambar 2.7
Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir



c)    Poligon terkontrol dan terikat sempurna
Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal (α0). Selain itu pada titik akhir diberikan sudut jurusan akhir (αa) dan diikatkan pada titik yang telah mempunyai koordinat (titik B). dnegan adanya α0 dan αa, koordinat titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat dikontrol.

2.3.5.  Kontrol kualitas pengukuran poligon
Setiap pengukuran yang dilakukan selalu mengandung kesalahan yang disebabkan oleh berbagai hal, karena itu perlu ditetapkan suatu batas toleransi ukuran yang diperbolehkan.



BAB III
METODE PENGUKURAN

3.1.  Alat – alat yang di gunakan
a.    Pesawat penyipat datar (PPD)





Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut :   
1.         Lingkaran horizontal berskala,
2.         Skala pada lingkaran horizontal,
3.         Okuler teropong,
4.         Alat bidik dengan celah penjara,
5.         Cermin nivo,
6.         Sekrup penyetel fokus,
7.         Sekrup penggerak horizontal,
8.         Sekrup pengungkit,
9.         Sekrup pendatar,
10.     Obyektif teropong,
11.     Nivo tabung,
12.     Nivo kotak.

b.    Statif (Kaki Tiga)
Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini :


                                                   Gambar 3.2 
                                                   Unting-unting
                                        



c.    Unting – Unting
Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas patok.



Gambar 3.3
Unting-unting



d.   Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran  ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan  ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.


                                                                Gambar 3.4
                                                                 Rambu ukur/Bak ukur
 
e.    Payung
Payung digunakan untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung maupun hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar matahari.
         
                                                                              Gambar 3.5
                                                                               Payung



f.     Kompas
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut azimut.



                                                             Gambar 3.6
                                                            Kompas


g.    Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo terdapat gelembung yang berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat berada ditengah.


                                                                     Gambar 3.7
                                                                   Nivo kotak


                                                                            
h.    Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan dilengkapi tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.



                                                               Gambar 3.8
                                                               Rol Meter

                              
i.      Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran atau segi empat dengan panjang kurang lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya dibuat runcing, berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam pengukuran.



                                                                 Gambar 3.9
                                                               Patok

                                        
    
j.      Alat penunjang lain
Alat penunjang lainnya seperti blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya, yang dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.




                                              Gambar 3.10
                                                 Blangko data, Alat tulis dan Kalkulator



3.2.  Lokasi dan waktu
Lokasi pengukuran di lingkup Fakultas Teknik tepatnya gedung perkuliahan. Di mulai dari area parkir mengitari gedung perkuliahan sampai kembali ke titik awal pengukuran. Waktu praktikum tanggal 15 mei 2012 di mulai  dari 11.30 s/d 17.00 WITA.

3.3.  Tim pengukur
3.3.1.      Personil
1.      Zulaidi                                 E3B1 11 007
2.      Lugisman                             E3B1 11 005
3.      Muh. Acil Rusalim              E3B1 11 008
4.      Wiwin Indra Lesmana         E3B1 11 004
5.      Rendi Aprianto                    E3B1 11 002
6.      Muh. Saiful                          E3B1 10 051
7.      Asas Swastari                      E3B1 08 015
3.3.2.      Pembagian tugas
1.      Pembaca rambu          1 orang
2.      Penulis hasil bidik      1 orang
3.      Pemegang rambu        2 orang
4.      Pemasangan patok     1 orang
5.      Pemegang meter         1 orang
6.      Pemegang payung      1 orang

3.4.  Prosedur Pelaksanaan Praktikum
3.4.1.      Penentuan profil
a.       Profil Memanjang
·      Pemasangan patok dilakukan pada jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai dengan keinginan anda. Namun demikian, terlebih dahulu tentukan arah utara dengan menggunakan kompas. Kemudian menolkan nilai dari waterpass, dimana arah utara merupakan patokan utama. Waterpass diletakkan di tengah-tengah antara kedua patok.
·      Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil memutar sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya dalam kedudukan yang seimbang (di tengah-tengah).
·      Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double Standing”, yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran pulang dilakukan serempak hanya dengan menggunakan kedudukan pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P0 sebagai pembacaan belakang dan P sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya.
·      Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala arah.
·      Waterpass diarahkan ke patok pertama (P0) selanjutnya disebut pembacaan belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, benang tengah dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan ke patok kedua (P1).
·      Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat (waterpass) kita mengadakan pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 (pembacaan belakang). Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan bawah.
·      Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di atas sampai pada patok terakhir.
·      Pembacaan hasil pengukuran dicatat pada tabel yang tersedia.

b.      Profil Melintang
·      Waterpass diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan kembali kedudukan nivo nya seperti pada pengukuran profil memanjang.
·      Pada jarak yang memungkinkan diletakkan bak ukur. Titik yang diukur disebelah kanan waterpass diberi simbol a, b dan disebelah kiri diberi simbol c dan d.
·      Pengukuran dilakukan secara teliti mulai dari patok pertama sampai pada patok terakhir.
·      Semua data yang diperoleh dicatat pada tabel yang tersedia

3.4.2.      Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
a.       Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain :
·       Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga.
·      Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga tersebut.
·      Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga dan alat terlepas.
b.      Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut:
·      Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah.
·      Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
c.       Membidikan Alat Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.

3.4.3.      Membaca Hasil Pembidikan Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu :
a.       Pembacaan Benang atau pembacaan rambu.
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :
BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB) Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
·      Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu ukur yang dibidik.
·      Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik.
Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm). Sebagai contoh terlihat pada Gambar.
b.      Pembacaan Sudut Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar atau sudut horizontal.
Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu :

·      Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 derajat (1°), setiap derajat dibagi lagi menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1’) dan setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 detik (1”).
·      Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 400 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap centigrid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 centi-centigrid (1ccg). Salah satu contoh pembacaan sudut horizontal dari alat ukur waterpass NK2 dari Wild.

3.4.4.      Cara Penentuan Beda Tinggi
Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah alat untuk penyipat datar (waterpass). Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat ukur waterpass dapat dilakukan dengan tiga cara tergantung keadaan di lapangan :
a.       Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya pesawat di letakkan di titik B.  Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah teropong di atas titik B di ukur dengan mistar. Dengan gelembung di tengah–tengah lingkaran, garis bidik diarahkan ke mistar (bak) ukur yang diletakkan di titik A.
Besarnya pembacaan benang tengah pada bak ukur dinamakan J, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :







b.   Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur penyipat datar antara kedua bak ukur diambil kira-kira sama. Diusahakan agar pesawat tetap berada ditengah – tengah. Pada kedua titik tersebut diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak ukur A (pembacaan belakang) dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar searah jarum jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B (pembacaan muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi antara titik A dan B:




c.   Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini dilakukan dilakukan bila keadaan terpaksa, mungkin karena adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluran-saluran air lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini, pesawat ditempatkan di sebelah kanan titik B selanjutnya dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak ukur B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :




Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara menempatkan alat ukur tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda tingginya karena dengan mengubah arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka kesalahannya negatif, juga kesalahan atmopsferiknya saling berbagi.

3.5.  Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu :
a.    Kesalahan Besar ( Mistakes Blunder )
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan. Apabila terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus di ulang atau hasil yang mengalami kesalahan tersebut dicoret saja.
b.    Kesalahan Sistimatis ( Sistematic Error )
Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya panjang meter yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak sempurna. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau mengkaligrasi alat/memperbaiki alat.
c.    Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak ( Accidental Error )
Kesalahan ini dapat terjadi karena hal–hal yang tidak diketahui dengan pasti dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah. Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi dan mengambil nilai rata– rata sebagai hasil.

3.6.  Hambatan
Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya / proses pengukuran yaitu :
·         Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran,
·         Faktor bahan dan alat,
·         Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena apabila cuaca hujan otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh dari hujan.
3.7.  Rumus – rumus yang di gunakan
3.7.1.      Rumus Perhitungan Profil Memanjang

a.    Perhitungan Jarak Optis patok utama
Rumus   :
D         = ( Ba – Bb ) x 100
Dimana  :
D         =   Jarak Optis  (m)
Ba        =   Benang atas  (mm)
b        =   Benang bawah  (mm)


b.    Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama
Rumus   :
H        =  Bt  blkn – Bt muka
Dimana  :
H       =   Beda Tinggi (m)
Bt blkn    =   Benang Tengah (mm)
Bt muka  =   Benang Tengah (mm)



c.    Perhitungan Koreksi Kesalahan
·             Perhitungan Kesalahan Keseluruhan
Rumus   :
Z       =∑ ∆H ±  ∆H
Dimana   :
Z       =  Kesalahan
∑ ∆H                                                                                          =  Jumlah Total Beda Tinggi Pengukuran
H     =  Jumlah Beda Tinggi Pengukuran per patok

·             Perhitungan Kesalahan Perpatok
Rumus   :
K   =  - (Z /  ( n – 1 ))
Dimana   :
K       =   Nilai Koreksi
Z       =   Kesalahan
N       =   Banyaknya Patok


d.   Perhitungan Tinggi Titik Patok Utama
Rumus   :
Pn   Pn-1  ±  ∆H n-1 ±  K
Dimana   :
Pn      =   Tinggi Titik Utama
Pn-1     =   Tinggi Titik Utama sebelum Pn
∆H    =   Beda tinggi
K       =   Koreksi

e.    Perhitungan Kemiringan Patok Utama
Rumus   :
/ T=  (∆H/ D )  /  100 %
Dimana  :
/ Tn    =  Kemiringan Titik Yang ditinjau
∆H    =  Jarak Optis Rata-Rata Tiap Patok Utama




3.7.2.      Rumus Perhitungan Profil Melintang
a.    Perhitungan Jarak Optis Detail’
Rumus   :
D  =  ( B­a – Bb ) x 100

Dimana  :
D       =  Jarak Optis
Ba      =  Benang Atas
Bb      =  Benang Bawah

b.    Perhitungan Beda Tinggi Detail
Rumus   :
H  =  Tinggi Pesawat – Bt Detail
Dimana  :
∆H    =  Beda Tinggi
Bt      =  Benang Tengah

c.    Perhitungan  Tinggi Titik Detail
Rumus   :
T  =  Pn  ±  ∆H
Dimana  :
T       =  Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn        =  Tinggi Titik Patok Utama

d.   Perhitungan Kemiringan Detail
Rumus   :
/ T det  =  ( ∆H Detail  /  D det ) * 100 %
Dimana  :
/ T det         =   Kemiringan detail
∆H Detail   =   Beda tinggi detail
D det          =   Jarak Optis detail


                                               BAB IV
                                        ANALISA DATA

Untuk melihat file analisa data anda dapat mendownload linl di bawah ini :
http://www.4shared.com/account/dir/jynjf14p/_online.html#dir=110598012




                                     BAB IV
                                  PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat kami simpulkan bahwa :
  1. Theodolit adalah alat ruang yang digunakan untuk mengukur sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik di permukaan tanah.
  2. Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi yang merupakan garis lurus yang menghubungkan titik-titik dan merupakan suatu obyek pengukuran. Poligon juga biasa disebut sebagai rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta.
  3. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi.
  4. Untuk mendapatkan tinggi titik di permukaan tanah guna penggambaran peta kontur maka diperlukan pengukuran beda tinggi pada poligon.

4.2 Saran
Saran-saran yang dapat kami berikan bertolak dari kesimpulan yang kami buat 
adalah:
  1. Agar waktu pelaksanaan praktikum dapat dipercepat sehingga dalam pembuatan laporan tidak terburu-buru.
  2. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang besar sebaiknya dalam menjalankan praktikum, praktikan harus dibimbing sebaik-baiknya mengingat praktikan baru pertama kali melakukan pengukuran seperti ini.
  3. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan tingkat ketelitian yang sangat tinggi.
  4. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek lapangan dengan mempunya satu prinsip / ketentuan.